That Dinner



Sudah seharusnya seorang pria di saat-saat begini membantu ‘teman makan’nya memilih menu, bukannya duduk diam dan berpura-pura mengecek ponselnya sepertiku. Tapi yang terjadi sedari tadi aku cuma menatapmu yang tak bosan-bosannya melihat buku menu makanan. Jujur, aku gugup sekali.

“Kenapa makanan disini begitu mahal sih?” Gerutumu begitu lucu.

“Pilih apa saja biar kubayar.” Sungguh, aku berniat memberi jawaban yang tidak sekaku ini.

Kamu mengernyitkan kening. Menyebalkan. Kenapa sih perpaduan mata dan alismu begitu menggemaskan? “hei, aku tak suka merasa berhutang. Jadi jangan terus-terusan mentraktirku. Mengerti?”

Satu nilai plus lagi untuk perempuan yang sedang duduk menghadapku. Ia benar-benar tau bagaimana mengelola keuangannya disaat aku dengan mudah menghamburkan kartu kreditku. Dan lagi, ia menyukai makanan apapun sehingga tak pernah merepotkan.

Kuletakkan setangkai mawar di meja. Salah seorang temanku bilang hal paling meluluhkan wanita saat dinner adalah kelopak merah ini. Kamu tertawa keras dan menatapku lama sekali. Hei, ada yang aneh dengan pemberianku?

“Kenapa mawar sih? Kau terlihat seperti akan melamarku, bodoh.”

Benarkah? Sialan. Kenapa aku selalu terlihat memalukaaan? Dan lebih bodohnya aku cuma diam saja.

“ Eh, tapi aku menyukainya kok. Thanks.” Kamu meraihnya dan tersenyum manis. Aku faham betul kamu cuma bermaksud menghiburku, tapi saking manisnya sampai-sampai aku hampir mengira kau benar-benar tulus.

Hening sepanjang kita menghabiskan waktu makan. Kamu terlihat menikmati dan aku sangat grogi. Aku benar-benar ingin mengajakmu mengobrol, kau tau.

Kemeja kedodoran, t-shirt abu-abu, dan sepatu lari. Sungguh tak pernah sama sekali terpikir untuk mengajak gadis sporty makan malam sebelumnya. Tapi ini jauh lebih keren dari angan-angan teman kencan selama ini. Bagaimana tidak, aku tidak usah repot-repot memperlakukannya seperti ratu. Tak ada buka pintu mobil, menarikkan kursi makan, atau membersihkan sisa makanan di pinggir bibirnya. Sama sekali not your style.

Ini menjijikkan, tapi di saat-saat jarak kita berdua sedekat ini aku selalu membayangkan berapa banyak hal menyenangkan yang akan kulakukan bersamamu. Menikahimu, misalnya. Seperti apa rumah yang akan kita bangun, kopi apa yang akan kamu buat di pagi hari, atau bagaimana rupa anak kit- ah, cukup. Aku terlalu banyak melantur.

Aku tak mau menyebutmu teman karena bagiku kamu lebih dari sekedar sebutan. Pun aku tak memberi status apapun mengenai hubungan ini. Aku cemburu saat ada pria lain mendekatimu, tapi untuk menunjukkannya kurasa tak ada hak bagiku. Saat makan berdua begini, rasanya ingin kuberitahu padamu berkali-kali sampai kamu bosan mendengarnya.

“hei, kamu selalu ada di rencana masa depanku.”


OMG, Ini menggelikan.
Author lagi belajar bikin cerpen, jadi maafin ya nggak sempurna karnyanya. apasih.
Sulit nulis kalo nggak ada inspirasi. So, thanks buat kisah cinta masa abu-abu kalian rez prz.
Thanks buat readers semua, I love you.

Tidak ada komentar: